Riau Hijau adalah pembangunan yang berwawasan lingkungan dengan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA)yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Riau. Untuk itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau terus berkomitmen dalam mengoptimalkan program tersebut.
Asisten II Sekretariat Daerah Provinsi (Setdaprov) Riau, M Job Kurniawan menjelaskan, Riau Hijau merupakan konsep pertumbuhan yang sesuai dengan kondisi dan potensi spesifik Riau.
“Fokus Riau Hijau ada di kehutanan, gambut dan mangrove, pertanian, energi terbarukan serta pentingnya peningkatan kesadaran ekologi pada usia sekolah agar mereka peduli dengan lingkungan,” ujarnya di Hotel Aryaduta Pekanbaru, Rabu (9/10/2024).
Hal itu dijelaskan oleh Asisten II Setdaprov Riau saat menjadi Keynote Speaker pada Forum Group Discussion atau FGD yang digelar oleh Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI). Dimana, FGD tersebut mengangkat tema tentang menentukan platform perhitungan emisi gas rumah kacadari industri kelapa sawit di Indonesia.
Asisten II Setdaprov Riau turut paparkan hal-hal yang menjadi aksi Pemprov Riau dalam mewujudkan Riau Hijau dan telah mencapai targetnya di tahun 2023. Di antaranya ada pencegahan kebakaran hutan dan lahan, pengelolaan limbah, serta penanaman dan rehabilitasi mangrove.
“Selain itu kita (Pemprov Riau) juga memfasilitasi pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan untuk masyarakat, ada juga gerakan peningkatan pemanfaatan jerami, serta mendorong pengenbangan EBT, ini Energi Baru Terbarukan,” terangnya.
Untuk terus menjaga Riau Hijau di waktu mendatang, Job Kurniawan berkata akan terus berupaya dalam proses optimalisasinya. Terutama memperhatikan hal-hal yang butuh perhatian lebih seperti pembangunan pusat pengelolaan limbah.
Industri minyak sawit juga sering diasosiasikan sebagai penghasil emisi karbon yang tinggi karena perubahan tutupan lahan. Walaupun dalam praktiknya, kelapa sawit adalah komoditas penghasil minyak nabati paling efisien dibandingkan dengan minyak nabati lain seperti minyak bunga matahari, rapeseed, minyak kedelai dan lainnya dari segi penggunaan lahan dan produktivitas tanaman.
“Jadi sebetulnya kelapa sawitnya tidak salah, tapi orang-orang yang mengolahnya dengan salah yang harus memperbaiki caranya mengolah,” tutup Job.