oleh

Penahanan Kadisdik Riau di Kasus Korupsi SPPD Fiktif Diperpanjang Lagi

Penahanan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Riau, Tengku Fauzan Tambusai, kembali diperpanjang. Jaksa penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau masih melakukan pemberkasan perkara yang menjerat Fauzan.

Fauzan ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif tahun 2022 di Sekretariat DPRD Riau. Ketika itu, Fauzan menjabat sebagai Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris DPRD Riau.

Perpanjangan penahanan terhadap Fauzan merupakan yang kedua sejak dirinya ditahan selama 20 hari, pasca ditetapkan tersangka, dan dititipkan di Rutan Kelas I Pekanbaru pada Rabu (15/5/2024) lalu.

Namun, proses penyidikan belum rampung sehingga, masa penahanan diperpanjang selama 40 hari, terhitung 4 Juni 2024 sampai 13 Juli 2024.

Di masa itu, jaksa penyidik juga belum mampu menyelesaikan berkas perkara sehingga penahanan diperpanjang lagi.

“Sudah pemberkasan, penahanan sudah diperpanjang,” ujar Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Pidsus Kejati Riau, Iman Khilman, Jumat (19/7/2024).

Iman menargetkan, berkas dapat rampung dalam waktu dekat. “Minggu depan kemungkinan tahap I (pelimpahan berkas perkara dari jaksa penyidik ke jaksa peneliti, red),” kata Iman.

Untuk diketahui, penyidik menetapkan Tengku Fauzan Tambusai sebagai tersangka, setelah mengantongi alat bukti yang cukup berdasarkan Pasal 184 ayat 1 KUHAP.

Atas perbuatannya, Fauzan dijerat Pasal 2 UU Nomor 20 tahun 2021 atas perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, subsidair Pasal 3.

Adapun modus yang dilakukan tersangka, ketika menjabat Plt Sekwan Riau adalah memerintahkan bawahannya untuk mempersiapkan dokumen pertanggungjawaban kegiatan perjalanan dinas periode September – Desember 2022 di Sekretariat DPRD Riau.

Diantaranya, nota dinas, surat perintah tugas (SPT), surat perintah perjalanan dinas (SPPD), kwitansi, nota pencairan perjalanan dinas, surat perintah pemindahan buku dana overbook, tiket transportasi, boarding pass, dan bill hotel.

Setelah semua dokumen terkumpul, tersangka selaku Pengguna Anggaran (PA) menandatangani dokumen pertanggungjawaban tersebut dan memerintahkan K selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) dan MAS selaku bendahara pengeluaran untuk mengajukan pencairan anggaran ke Bank Riau tanpa melalui verifikasi EN selaku Kasubbag atau Koordinator Verifikasi.

Setelah uang kegiatan perjalanan dinas masuk ke rekening pegawai yang namanya dicatut atau dipakai dalam perjalanan dinas fiktif tersebut, setiap pencairan dilakukan pemotongan sebesar Rp1,5 juta dan diberikan kepada nama-nama pegawai yang dimaksud, sebagai upah tanda tangan.

Selebihnya uang pencairan perjalanan dinas fiktif tersebut total Rp2,8 miliar lebih, setelah diberikan sebagian pencairan kepada nama-nama yang dicatut tersebut, menjadi Rp2,3 miliar lebih.

Sisa itu diterima oleh tersangka yang digunakan untuk kepentingan pribadi tersangka, bukan untuk kepentingan perjalan dinas yang belum dibayarkan, namun anggarannya tidak ada.

Perbuatan tersangka bertentangan dengan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.

Tersangka diduga mengambil uang yang bersumber dari APBD Pemerintah Riau kepada Sekretariat DPRD Provinsi Riau, dengan total Rp2,3 miliar lebih.