oleh

Viral Obat Ivermectin Dapat Sembuhkan Covid-19, Ini Saran BPOM Pekanbaru

Munculnya informasi di Media Sosial penggunaan Ivermectin, yang akhir-akhir ini marak diberitakan terkait penggunaannya dalam mengobati COVID-19. Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Pekanbaru, mengingatkan masyarakat agar berhati-hati menggunakannya.

Kepala BPOM Pekanbaru, Yosef Dwi Irwan, Ahad (4/7/2021) ini mengatakan, dalam Pemerintah terus melakukan langkah-langkah strategis dalam upaya menggulangi pandemi COVID-19 yang dalam waktu 1 bulan terakhir mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Salah satu strategi yang diambil adalah untuk memastikan ketersediaan obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu untuk menghindarkan masyarakat dari penggunaan obat yang berisiko terhadap Kesehatan.

Meneruskan, keterangan Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito. Yosef Dwi Irwan mengatakan, terkait hal ini, ditegaskan bahwa penggunaan Ivermectin untuk indikasi COVID-19 hanya digunakan dalam kerangka uji klinik.

”Hal ini sejalan dengan telah diterbitkannya Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) terhadap Ivermectin yang telah dikeluarkan oleh Badan POM pada tanggal 28 Juni 2021,” jelas Yosef.

Hal ini, sebut Yosef, juga sebagaimana direkomendasikan dalam WHO Guideline for COVID-19 Treatment yang dipublikasikan pada 31 Maret 2021, serta pendapat dari Badan Otoritas obat yang memiliki sistem regulatori yang baik seperti The United States Food and Drug Administration (US FDA) dan European Medicines Agency (EMA), bahwa Ivermectin untuk COVID-19 hanya dapat dipergunakan dalam kerangka uji klinik.

”Uji klinik ini diperlukan untuk memperoleh data yang valid bahwa obat ini memang signifikan dalam mengobati COVID-19,” kata Yosef.

Untuk proses uji klinik, saat ini sedang dilakukan di 8 Rumah Sakit di Indonesia. Karena itu, penggunaan Ivermectin di luar skema uji klinik, hanya dapat dilakukan apabila sesuai dengan hasil pemeriksaan dan diagnosa dari dokter.

”Jika dokter bermaksud memberikan Ivermectin kepada pasien, maka penggunaannya harus sesuai dengan protokol uji klinik yang disetujui,” kata Yosef.

Untuk melindungi masyarakat dari penyalahgunaan, Badan POM selalu menjaga agar mutu obat terjamin sepanjang product life cycle dengan memastikan mutu sebelum dan sesudah beredar melalui pemenuhan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) oleh industri farmasi dan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) oleh distributor, termasuk di sarana pelayanan kefarmasian.

Pengawalan Badan POM terhadap jaminan mutu obat, dilakukan melalui pengawasan ke fasilitas produksi dan distribusi untuk memastikan kepatuhan terhadap CPOB dan CDOB. Karena itu, jika didapatkan ketidaksesuaian terhadap ketentuan CPOB dan CDOB pada mutu produk dan dapat membahayakan masyarakat, maka dapat dikenakan sanksi-sanksi kepada pelaku usaha sesuai peraturan perundang-undangan.

Dari pengawasan Badan POM terhadap kegiatan pembuatan Ivermectin produksi PT Harsen dengan nama dagang Ivermax 12. Hasilnya ditemukan bahwa obat tersebut diproduksi dan didistribusikan, dengan tidak memperhatikan aspek CPOB dan CDOB.

Hasilnya juga ditemukan beberapa aspek yang tidak memenuhi ketentuan, antara lain: Menggunakan bahan baku Ivermectin dengan pemasukan yang tidak melalui jalur resmi.

Kemudian, mendistribusikan obat Ivermax 12 tidak dalam kemasan siap edar. Lalu, mendistribusikan obat Ivermax 12 tidak melalui jalur distribusi resmi.

Seterusnya, mencantumkan masa kedaluarsa Ivermax 12, tidak sesuai dengan yang telah disetujui oleh Badan POM, yaitu seharusnya 12 bulan setelah tanggal produksi.

”Yang ditemukan perusahaan obat ini mencantumkan 2 tahun setelah tanggal produksi,” jelas Yosef.

Selanjutnya, mengedarkan obat yang belum dilakukan pemastian mutu dari produk. Hal lainnya, perusahaan ini melakukan promosi yang tidak sesuai ketentuan yaitu tidak obyektif, tidak lengkap, dan menyesatkan.

”Sebagai contoh iklan obat Ivermectin yang mencantumkan indikasi untuk pengobatan COVID-19 dapat menyesatkan masyarakat karena belum ada uji klinis dan persetujuan dari Badan POM untuk indikasi tersebut,” jelas Yosef.

Menanggapi beredarnya obat tersebut, Badan POM mengedepankan pembinaan kepada Industri Farmasi dalam memenuhi ketentuan CPOB dan CDOB, dengan melakukan inspeksi dan meminta Industri Farmasi melakukan perbaikan terhadap temuan-temuan ketidaksesuaian dengan standar.

”Namun, jika pembinaan yang dilakukan Badan POM itu tidak dipatuhi oleh Industri Farmasi, maka akan dilakukan peringatan keras berupa penghentian sementara produksi sampai kepada pencabutan Izin edar,” tegas Yosef.

Karena pelanggaran yang dilakukan berpotensi untuk membahayakan masyarakat, maka terhadap PT Harsen maupun industri farmasi yang melanggar ketentuan dalam proses produksi maupun distribusinya dapat dikenakan sanksi berupa sanksi administratif sampai dengan sanksi pidana.

”Sanksi yang diberikan saat ini kepada PT Harsen berupa penghentian sementara kegiatan produksi dan penarikan produk Ivermax 12 dari peredaran,” tegas Kepala Badan POM.

Karena itu, saat ini Badan POM akan terus memantau pelaksanaan dan menindaklanjuti hasil uji klinik, serta melakukan update informasi terkait penggunaan obat Ivermectin untuk pengobatan COVID-19 melalui komunikasi dengan WHO dan Badan Otoritas Obat negara lain.

”Maka kami dari BPOM Pekanbaru, Selain sesuai kata Kepala Badan POM RI, juga mengimbau agar masyarakat bijak, pintar, dan hati-hati dalam mengonsumsi obat-obatan yang akan digunakan dalam pengobatan COVID-19,” kata Yosef.

Sesuai aturan yang berlaku, kegiatan promosi obat keras hanya diperbolehkan melalui media Kesehatan. Karena itu, masyarakat juga harus memahami bahwa obat keras harus diperoleh dengan resep dokter, yang didapatkan melalui konsultasi kepada dokter baik secara langsung maupun melalui telemedicine.

”Pembelian obat keras harus dilakukan disarana pelayanan kefarmasian yang memenuhi kaidah CDOB dan diserahkan oleh Apoteker sesuai dengan ketentuan,” sambung Yosef.

Mengantisipasi penggunaan obat tersebut secara berlebihan, Yosef mengatakan, tentunya perlu juga pengawasan dari BPOM Pekanbaru terhadap penggunaan obat tersebut di Riau.

”Saat ini kita juga sedang melakukan pengawasan di Riau. Maka jika ditemukan adanya kenaikan harga, hingga penggunaan yang tidak dilengkapi resep dokter. Silahkan laporkan ke kami,” kata Yosef.